Di Provinsi Sumatera Utara terdapat tiga Tapanuli yakni, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Setiap wilayah Tapanuli memiliki marga-marga yang saling bertaut satu sama lain. Marga tidak selalu berkorelasi dengan agama. Marga artinya kelompok yang termasuk dalam hubungan kekerabatan yang eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal (garis keturunan ibu) maupun patrilineal (garis keturunan bapak).
Eksogami atau eksogam merupakan prinsip perkawinan yang mengharuskan orang mencari jodoh di luar lingkungan sosial seperti di luar lingkungan kerabat, golongan sosial, dan lingkungan pemukiman.
Ditinjau dari asal-usul kata dan bahasa, Tapanuli bermakna “Tapian” dan “Nauli” artinya sebuah tempat (kawasan) yang dapat memenuhi semua kehidupan. Berdasarkan renungan penulis, secara geografis ketiga wilayah Tapanuli diberkahi kekayaan alam berlimpah-ruah. Di Tapanuli Selatan, mengalir sungai besar dan tanah pegunungan yang subur. Tapanuli Utara, bukit-bukit dan hutan serta danau, dan di Tapanuli Tengah terdapat pantai dan pulau menyerupai teluk nan indah.
Penulis menafsirkan dan belum pernah ditulis dalam literatur manapun, adapun permaknaan dari “tempat yang disebut dapat memenuhi semua kehidupan adalah air. Air dapat memenuhi semua tempat (wadah). Tapanuli Selatan dipenuhi dengan banyaknya sungai (air), Tapanuli Utara dipenuhi dengan banyaknya danau (air), dan Tapanuli Tengah juga dipenuhi dengan banyaknya laut (air), semuanya air.”
Selain itu, Tapian Nauli memiliki tradisi dan budaya yang sanggup bertahan di semua zaman. Masing-masing dari Tapanuli Sumatera Utara memiliki keistimewaan yang antara satu sama lain tidak dapat disandingkan.
Jika pembaca, ingin mengetahui bagaimana watak masyarakat Tapanuli Selatan, bisa dikenali dari simbol-simbol yang tertera pada rumah adat Tapanuli Selatan yang terdiri dari lambang tumbuhan, hewan, dan properti (benda-benda yang digunakan sehari-hari).
Dari tumbuhan bambu melambangkan huta (kampung) atau bona bulu. Bambu tumbuh di tebing sungai dan sanggup menahan penggerusan tanah. Tapanuli Selatan memiliki sungai-sungai yang besar seperti Sungai Batang Toru, Sungai Barumun, dan Sungai Batang Gadis. Lalu simbol hewan seperti lipan melambangkan bisa (tuah-sakti), ulok (kalajengking) menyiratkan kemuliaan, dan parapoti (merpati) simbol kesetiaan menafkahi keluarga dengan rezeki halal lagi baik.
Sedangkan tanduk ni orbo melambangkan para bangsawan terhormat. Lalu simbol-simbol lain seperti timbangan dan podang melambangkan keadilan, loting menyimbolkan sebentuk upaya agar tidak mudah patah harapan, dan mataniari (matahari) melambangkan seorang raja yang arif bijaksana serta simbol-simbol lain yang tidak semua penulis ingat.
Tapanuli Selatan (Mandailing) terbagi dua yakni, Mandailing Godang dan Mandailing Julu. Mandailing Godang umumnya bermarga Nasution yang luas wilayahnya mencapai Sihepeng, Penyabungan, Maga Batang Natal, Muara Soma, Amara Parlampungan. Sedangkan Mandailing Julu umumnya bermarga Lubis yang wilayahnya mulai dari Laru Tambangan, Kotanopan, Pakantan dan Hutanagodang.
Dahulu, kini barangkali sudah tidak dipakai lagi dalam masyarakat Mandailing terdapat tingkatan (tetapi bukan kasta) yang terdiri: namora-mora (bangsawan), alak najaji (umum orang kebanyakan), dan hatoban (hamba abdi tetapi bukan budak).
Akhir kata, khazanah yang dimiliki masyarakat Tapanuli Selatan selain simbol dan gambar terdapat juga aksara transliterasi “Pustaha” tersendiri yang berbeda dari aksara Arab, aksara Aramea, aksara Brahmi, aksara India Kuno, aksara Dewanagari, aksara Pallawa, aksara Jawa, aksara Jawi (aksara Arab yg dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu).
Hal ini menunjukkan Tapian Nauli berada dalam lintasan sejarah panggung dunia, dan sudah seharusnya generasi muda tertarik untuk mempelajari Tapian Nauli. Horas!
Baca juga: Riwayat Sebiji “Kopi Lintong” Nihuta Asal Sumatera Menembus Dunia
Komentar