Museum Situs Kota Cina berada di Jalan Kota Cina, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan. Kota Cina abad XI merupakan dermaga penting di Pantai Timur Sumatera. Hal ini menunjukkan di masa silam Medan adalah kota internasional yang terhubung dengan jalur pelayaran dunia khususnya Selat Malaka.
Kota Cina abad XI sezaman dengan Kerajaan Aru yang terlebih dahulu ada sebelum Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli, Kesultanan Serdang, dan Kesultanan Asahan berdiri.
Koleksi yang terdapat dalam Museum Kota Cina adalah benda-benda berasal dari abad XI—XIV Masehi berupa keramik-keramik Cina dari masa Dinasti Song hingga Dinasti Yuan. Benda-benda artefak yang ditemukan di Kota Cina bukan berasal dari kapal karam yang tenggelam membawa harta karun, melainkan hasil eskavasi penggalian di sejumlah areal situs Cina.
Pula begitu halnya dengan artefak yang berada dalam museum bukan berasal dari luar museum lalu ditempatkan (dibawa) di Museum Kota Cina. Istilahnya, disitu ditemukan, disitu juga dibuat museumnya.
Hal terpenting, diperkirakan selama 400 tahun (Abad XI-XIV) Kota Cina tumbuh sebagai bandar dermaga internasional. Bukti ini diperkuat dengan temuan alat pertukangan, perniagaan, dan peribadatan seperti kapur barus (kamper), kemenyan, damar, gading, cula badak, kaca, tembikar halus, manik-manik batu, keramik, batu, koin emas, emas (anting-anting dan cincin), besi, logam dan wadah pelebur logam cair, timah, candi tempat ibadah Hindu dan Buddha, dan arca batu dari India Selatan Tamil Nadu.
Jenis keramik yang ditemukan di Situs Kota Cina adalah Keramik Cina, Keramik Gujarat (India), Keramik Muangthai (Thailand), dan Keramik Eropa. Keramik zaman dahulu sebagai komoditi dagang antar wilayah, pulau, benua dan sebagai barang upeti/hadiah dan upacara.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Edward Mc Kinnon pada tahun 1974, emas Kota Cina merupakan emas Aluvial yang didapatkan dari Sungai Wampu. Jenis emas aluvial memiliki kandungan tembaga yang rendah. Selain emas kandungan rendah, terdapat juga emas murni yakni pada saat terjadi akulturasi antara orang-orang Tamil dengan orang-orang Cina berdasarkan bukti temuan arkeologis berupa daun emas beraksara Cina Fen Jin dan Shi Fen. Fen Jin bermakna emas tersebut murni tidak dilapisi tembaga.
Bukti yang memperkuat situs Kota Cina menyimpan jejak peradaban internasional adalah ditemukannya beberapa keping uang koin Sinhalese asal Srilanka dari Kerajaan Polonnaruwa, Sri Lanka. Koin-koin yang dikeluarkan oleh Raja Sahasa Malla dan Ratu Lilavati abad 13 Masehi memiliki ukiran simbolisme dewa dan aksara Srilanka dengan diameter 22,05 mm. Tahun 2012, arkeolog asal Perancis, Daniel Perret kembali menemukan koin jenis yang sama (Sumber: Museum Kota Cina).
Menurut Edward McKinnon peneliti asal Inggris yang sudah meneliti Kota Cina sejak 1972, dalam buku Kota Cina its context and meaning in the trade of southeast Asia in the twelfth to fourteenth centuries, Cornell University, 1984 disebutkan, “situs Kota Cina menjadi penanda kehadiran orang-orang Tamil di pesisir timur Sumatera. Hal ini dibuktikan dari arca berlanggam Chola.
Frasa Kota Cina sendiri merupakan turunan dari dua bahasa Tamil, Cinna Kotta yang berarti suatu pemukiman kecil berbenteng. Asumsi ini berbeda dari pemahaman penduduk sekitar situs yang menganggap Kota Cina dulunya pemukiman orang-orang Cina sebagaimana cerita yang berkembang di masyarakat setempat.”
Baca juga: India Tamil, Antara Tanah Deli dan New Delhi
Adapun nama-nama peneliti Kota Cina sejak tahun 1920-2015 adalah sebagai berikut:
- 1920, John Anderson
- 1972, Edward Mc Kinnon
- 1973, Muhammad Said
- 1975, Tuanku Lukman Sinar
- 1976, Setywati Sulaiman
- 1979, John N. Mikaic
- 1979, Hasan Muarif Ambary
- 1979, Sonny Wibisono
- 1980, Pierre Y Manguin
- 2000, Lucas Pertanda Koestoro
- 2000, Ery Soedewo
- 2011, Daniel Perret
- 2011, Mujiono
- 2011, Heddy Surachman
- 2014, Purnawibowo
- 2015, Repelita Wahyu Oetomo
Dapat dibayangkan betapa pentingnya Kota Cina. Maaf, istilah Cina dalam tulisan ini tidak bermaksud menyinggung masyarakat Cina yang belakangan hari disebut Tionghoa. Kata Cina mengikuti istilah setempat untuk menunjukkan situs berharga yang bernama Kota Cina.
Jika tidak ada lagi yang menghargai sejarah dan kebudayaan suatu bangsa. Maka, lebih baik kita semua hilang ingatan daripada harus menanggung malu ditertawakan oleh anak cucu karena tidak tau sejarah.
Akhir kata, semoga Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Sumatera Utara mau terbuka dan sungguh-sungguh membantu perkembangan dan perluasan Museum Kota Cina. Sebab, secara pribadi, penulis merasa sangat khawatir mengingat Museum Kota Cina berada di tepi sebatang sungai yang sewaktu-waktu air pasang. Jika air pasang menghanyutkan koleksi Museum Kota Cina. Maka, hilanglah semua peradaban yang sangat bernilai tinggi tersebut. Tragedi!
Baca juga:
Danau Siombak Medan Marelan, Keindahan Muara Air Payau
Kota Medan Terkini Sejarah Terputus, Maafkan Kami Guru Patimpus!
Komentar