Gedung Balai Kota Lama merupakan identitas bangsa Eropa di jantung Kota Medan. Kondisi gedung Balai Kota Lama sempat tidak terawat dan sangat memprihatinkan. Barulah ketika ada pembangunan sebuah hotel berbintang. Balai Kota kembali dicat putih sesuai warna asli dan kini menjadi ikon/landmark istimewa di kota Medan.
Keistimewaan Gedung Balai Kota Lama karena ia merupakan titik nol kilometernya Kota Medan. Dari titik inilah semua bermula. Maksudnya, bangunan yang pertama kali berdiri di Kota Medan (Tanah Deli) bukanlah Gedung Balai Kota Lama. Tetapi, Balai Kota lama berfungsi sebagai barometer (titik nol) untuk mengetahui arah hadap “penjuru mata angin” suatu bangunan fisik seperti jalan/gedung/tempat/wilayah yang berada dalam Kotamadya Medan.
Ironisnya, meski Kota Medan memiliki titik nol kilometer. Sebagian besar masyarakat di Kota Medan tidak terbiasa menunjukkan suatu tempat dengan “arah mata angin” seperti Timur-Barat-Utara-Selatan. Melainkan, dengan cara menunjukkan arah jurusan/jalan yang dilalui sebuah kendaraan.
Adapun fungsi Gedung Balai Kota karena dulunya Walikota Medan sejak era Luat Siregar dan H. Agus Salim Rangkuty berkantor di Gedung Balai Kota Lama. Lalu apa dan mengapa disebut Gedung Balai Kota Lama? Sebab, sudah ada Gedung Balai Kota yang baru, itu saja.
Sedangkan ditinjau dari sisi historis (Medan City Hall) kalau dapat disebut demikian dulunya adalah kantor pusat Pemerintah Hindia Belanda di Tanah Deli.
Baca juga: Mencari Melayu di Tanah Deli
Gedung Balai Kota Lama dibangun sekitar tahun 1908 oleh arsitek Hulswit & Fermont. Kemudian diperbarui pada tahun 1923 oleh Eduard Cuypers (keponakan dari Pierre Cuypers). Hulswit memiliki nama lain yakni, Jacob Nienhuys.
Desain bangunan Balai Kota berbentuk kubus dengan dua kutub dan jendela besar. Sedangkan bel atau jam pada kubah bangunan Balai Kota merupakan hadiah dari Tjong A Fie. Kata orang dulu, apabila jam tersebut berdentang suaranya terdengar di jalan raya. Wallahu A’alam belum ada penelitian ilmiahnya.
Baca Juga: Mengenal Tjong Yong Hian (1850-1911), Abang Kandung Tjong A Fie
Gedung Balai Kota yang terletak di Jalan Balai Kota Medan ini masuk dalam UU Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 2 Tahun 2012. Kendati Balai Kota masuk dalam daftar benda cagar budaya. Tetapi, alangkah arifnya apabila tidak menyebutnya sebagai “bangunan tua di kota Medan sisa kolonial Belanda.”
Kalau istilah kolonial masih terus diawetkan-dipakai-dilestarikan maka timbullah sikap inferior dan antipati (kebencian tanpa musabab) yang berujung kepada penghancuran benda cagar budaya. Walaupun itu warisan kolonial, faktanya kolonial sudah berlalu. Sebaiknya yang lama jangan dilupa, yang kini senantiasa terikuti.
Sebenarnya tidak ada istilah bangunan tua atau baru melainkan apakah sebuah bangunan itu masih diingat sebagai sejarah. Bangunan baru pun akan mudah terlupakan dan dilupakan jika ada bangunan yang baru lagi. Hal yang membuatnya selalu baru karena ia senantiasa terekam dan hidup dalam memori setiap generasi.
Akhir kata, Gedung Balai Kota Lama, bukan sekedar ornamen atau monumen Nol Kilometer Kota Medan, melainkan instrumen untuk perubahan Kota Medan yang memiliki masa depan yang lebih baik dari sekarang.
Komentar